Melepaskan Keterikatan Dunia dan Menerima Seruan Tuhan
Jalaluddin Rumi, seorang sufi besar, pernah menyampaikan sebuah nasehat mendalam:
“Jadilah dirimu tanpa telinga, tanpa rasa, tanpa pemikiran, dan dengarkanlah seruan Tuhan, ‘Kembalilah!'”
Kata-kata ini mengandung pesan penting tentang melepas keterikatan duniawi dan mendengarkan panggilan Ilahi dengan hati yang bersih. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering kali terjebak dalam kebisingan pikiran, perasaan, dan pengalaman duniawi, sehingga sulit untuk benar-benar mendengar suara Tuhan yang memanggil kita untuk kembali kepada-Nya.
Dalam ajaran Islam, konsep kembali kepada Tuhan bukan hanya tentang kematian, tetapi juga tentang menyelaraskan diri dengan kehendak-Nya dalam setiap aspek kehidupan. Allah berfirman dalam Al-Qur’an:
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Ayat ini menegaskan bahwa mereka yang berhasil menenangkan jiwanya dan menyelaraskan vibrasi hatinya dengan ketentuan Allah akan memperoleh kebahagiaan sejati. Untuk mencapai keadaan ini, seseorang harus melepaskan ego, prasangka, dan keterikatan terhadap dunia yang membelenggu hati.
Vibrasi Hati: Kunci Mendengar Panggilan Tuhan
Dalam perspektif vibrasi hati, keadaan hati seseorang menentukan bagaimana ia merasakan dan menerima energi Ilahi. Hati yang penuh dengan kecemasan, ketakutan, atau kemelekatan duniawi akan sulit untuk mendengar seruan Tuhan. Sebaliknya, hati yang bersih dan tenang akan lebih mudah menangkap frekuensi Ilahi yang membimbingnya menuju kebaikan.
Nabi Muhammad ﷺ bersabda:
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh ini ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh tubuh. Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah, ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa hati adalah pusat kendali kehidupan manusia. Jika hati bersih dari segala kotoran duniawi, maka ia akan bergetar selaras dengan kehendak Allah dan lebih mudah menerima hidayah-Nya.
Mendengarkan dengan Hati, Bukan Sekadar Indera
Nasehat Rumi tentang “menjadi tanpa telinga, tanpa rasa, tanpa pemikiran” mengajarkan kita untuk tidak hanya mengandalkan indera fisik dalam memahami kehidupan, tetapi juga menggunakan hati yang jernih. Banyak orang mendengar tetapi tidak benar-benar memahami, melihat tetapi tidak benar-benar menyadari. Ketika hati seseorang bergetar dalam frekuensi yang selaras dengan kehendak Allah, maka ia akan lebih peka terhadap tanda-tanda dan petunjuk-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
Allah berfirman:
“Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46)
Ayat ini menegaskan bahwa kebutaan sejati bukanlah kebutaan fisik, melainkan kebutaan hati yang tidak mampu menangkap kebenaran Ilahi.
Kesimpulan
Nasehat Rumi ini mengajarkan kita untuk melepaskan segala godaan duniawi dan menyelaraskan hati kita dengan frekuensi Ilahi agar dapat mendengar seruan-Nya dengan lebih jelas. Dalam kehidupan modern yang penuh distraksi, menjaga vibrasi hati tetap tenang dan bersih sangatlah penting agar kita tidak kehilangan arah dan selalu kembali kepada Tuhan dengan penuh kesadaran.
Dengan menenangkan pikiran, melepaskan keterikatan yang berlebihan, dan meningkatkan vibrasi hati melalui dzikir, doa, dan introspeksi, kita akan lebih mampu mendengar seruan Tuhan: “Kembalilah!” Dan saat itulah, kita akan menemukan ketenangan sejati dalam dekapan kasih sayang-Nya.